Takut Ambil Risiko? Ini Cara Otak Kita Menyikapi Risiko dalam Investasi
Risiko Itu Bukan Cuma Angka, Tapi Emosi
Ketika kamu mendengar kata “risiko”, apa yang langsung terlintas di pikiranmu? Rugi? Kehilangan uang? Keputusan salah?
Dalam dunia keuangan, risiko sering diukur dengan angka seperti volatilitas atau drawdown. Tapi bagi otak kita, risiko bukanlah sesuatu yang rasional—ia adalah sesuatu yang dirasakan.
Itulah sebabnya, meskipun angka menunjukkan peluang besar, banyak orang tetap enggan berinvestasi karena rasa takut yang tidak bisa dijelaskan secara logis.
Otak Kita Sangat Sensitif Terhadap Ketidakpastian
Studi dari neuroekonomi menunjukkan bahwa bagian otak bernama insula menjadi sangat aktif saat kita menghadapi ketidakpastian atau potensi kehilangan.
Insula ini juga terlibat saat kita merasakan rasa sakit fisik. Artinya, bagi otak, kerugian finansial terasa mirip seperti rasa sakit sungguhan.
“Rugi itu sakit—secara harfiah.”
Risiko Itu Personal, Bukan Universal
Risiko bagi satu orang bisa menjadi peluang bagi orang lain. Contohnya:
- Investor A menganggap saham teknologi sangat berisiko.
- Investor B justru menganggap itu peluang terbaik.
Apa bedanya? Persepsi. Dan persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, edukasi, kepribadian, dan situasi keuangan masing-masing.
Kenapa Banyak Investor Gagal Mengelola Risiko?
- Terlalu fokus pada potensi untung: mengabaikan skenario gagal.
- Euforia pasar: membuat risiko terlihat “tidak nyata”.
- Tanpa sistem manajemen risiko: tidak punya cut loss atau alokasi modal.
- Reaktif terhadap kerugian kecil: tidak bisa membedakan koreksi sehat atau tren turun.
Cara Otak Kita Menghindari Risiko
Otak tidak suka kehilangan. Ini disebut loss aversion—di mana kita lebih merasa rugi kehilangan Rp1 juta daripada senang mendapat Rp1 juta.
Inilah kenapa banyak orang tidak berani investasi, meski tahu potensi cuan besar. Tapi tidak mengambil risiko juga adalah risiko, misalnya uang di tabungan terus-menerus dan tergerus inflasi.
Strategi Mengelola Risiko Secara Sadar
- Kenali Profil Risikomu: pahami batasan emosional dan finansialmu.
- Diversifikasi: jangan taruh semua uang di satu jenis aset.
- Tetapkan Cut Loss & Target Profit: punya aturan sebelum masuk pasar.
- Evaluasi Berdasarkan Data: jangan hanya mengandalkan perasaan.
- Latih Emosi Lewat Simulasi: biasakan hadapi kerugian kecil tanpa panik.
Risiko Tidak Bisa Dihindari, Tapi Bisa Dikelola
Investasi tanpa risiko tidak ada. Yang bisa kita lakukan adalah mengukur seberapa besar risiko yang bisa ditoleransi, menyesuaikan strategi dengan kemampuan emosional, dan belajar dari pengalaman.
Dalam jangka panjang, keberhasilan datang dari disiplin mengelola risiko—bukan dari keberanian membabi buta.