Loss Aversion: Mengapa Takut Rugi Bisa Merusak Portofolio Investasi

Dalam dunia investasi, rasa takut rugi sering kali lebih besar daripada keinginan untuk untung.

“Daripada saya cut loss sekarang, mending nunggu balik modal aja.”

Kalimat seperti ini sangat umum, tapi sering kali berujung pada kerugian yang lebih besar.

Fenomena ini disebut dengan loss aversion, dan hampir semua investor pasti pernah mengalaminya.


Apa Itu Loss Aversion?

Loss aversion adalah kecenderungan psikologis manusia yang lebih merasakan sakit karena kerugian dibandingkan kepuasan karena keuntungan yang setara.

Contohnya:

Kehilangan Rp1 juta terasa lebih menyakitkan daripada senangnya mendapatkan Rp1 juta.

Investor cenderung mempertahankan saham yang rugi, berharap akan balik modal, meskipun prospeknya sudah memburuk.


Ciri-Ciri Investor yang Mengalami Loss Aversion

1. Enggan melakukan cut loss meski alasan beli sudah tidak valid
2. Menghindari evaluasi portofolio karena takut melihat kerugian
3. Lebih fokus menghindari kerugian daripada mencari peluang
4. Membiarkan saham nyangkut terlalu lama


Mengapa Ini Berbahaya bagi Investor?

✅ Menyebabkan portofolio tidak sehat karena terlalu banyak “saham mati”
✅ Modal terjebak di saham yang stagnan atau terus turun
✅ Menghambat pertumbuhan karena tidak bisa mengalihkan ke aset yang lebih potensial
✅ Menurunkan kepercayaan diri dan objektivitas


Studi Ilmiah: Seberapa Kuat Loss Aversion?

Penelitian oleh Kahneman & Tversky (penemu Prospect Theory) menunjukkan bahwa kerugian terasa dua kali lebih menyakitkan dibandingkan keuntungan dengan nominal yang sama.

Ini menjelaskan kenapa investor:

✅ Panik saat harga turun sedikit
✅ Tapi santai saat harga naik kecil


Tips Mengatasi Loss Aversion dalam Investasi

1. Tentukan batas kerugian (stop loss) sejak awal beli saham. Jangan menunggu sampai kerugian terlalu dalam baru bereaksi.
2. Gunakan jurnal investasi. Catat alasan beli dan kapan harus keluar agar keputusan lebih terstruktur.
3. Lihat kerugian sebagai biaya belajar, bukan kegagalan. Rugi sesekali itu normal. Jangan biarkan emosi menutupi akal sehat.
4. Fokus pada portofolio secara keseluruhan, bukan satu saham. Jangan terlalu emosional terhadap satu posisi.
5. Buat kebiasaan review portofolio secara rutin dan objektif. Evaluasi bukan hanya dari hasil, tapi dari proses pengambilan keputusan.



Kesimpulan: Investor Hebat Bukan yang Tak Pernah Rugi, Tapi yang Tahu Kapan Harus Mundur

 "Lebih baik rugi kecil dan cepat, daripada rugi besar dan lama."

Loss aversion adalah musuh yang tidak terlihat, tapi sangat kuat. Investor cerdas belajar mengenal bias ini dan melawannya dengan disiplin, strategi, dan mental yang sehat.
Next Post Previous Post
Gabung Grup WhatsApp

Dapatkan insight dan diskusi eksklusif seputar investasi langsung dari komunitas.

Gabung Sekarang
UNLOCK NOW

Unlock additional opportunities with our Reward Programs for You

GET REWARDS